Selasa, 19 Agustus 2008

Minim Pendapatan Pemkot dari AAM

KRC, MALANG-
Kesepakatan bagi hasil antara Pemkot Malang dengan manajemen Alun-Alun Mal (AAM) benar-benar tak menguntungkan pemkot. Dari perjanjian sejak 1990, AAM baru membayarkan bagi hasil tiga tahun terakhir. Itupun nominalnya hanya sampai pada batas minimal pembagian. Asisten III Sekkota Malang Imam Buchori mengungkapkan, soal pembagian bagi hasil itu, pemkot tak bisa mematok target tinggi. Karena, sejak awal kedua belah pihak terikat perjanjian kontrak. Tahun ini misalnya, Juli lalu AAM menyerahkan bagi laba senilai Rp 60 juta. Sedangkan dua tahun sebelumnya kurang dari angka itu. "Kalau dilihat nilainya memang tak banyak. Tapi, itulah faktanya. Karena dalam perjanjian berlaku angka minimal," terang Imam, kemarin.Meski begitu, Imam mengaku pemkot akan mengevaluasi ulang bagi hasil tersebut. Hanya saja, untuk sementara tidak bisa dilakukan revisi. Pasalnya, perjanjian kontrak lahan dan gedung AAM baru berakhir 2019 mendatang. "Kalau ingin hasil lebih besar, memang harus ada revisi.Tapi, kesepakatan awal bagi hasil ini dasarnya rugi laba AAM," tambah Kabag Perekonomian Pemkot Malang Metawati Ika.Karena itu, misalnya dalam kondisi merugi, maka AAM bisa saja tak memberikan bagi hasil. Seperti kasus sebelum penyerahan bagi hasil tiga tahun terakhir ini. Tapi, jika AAM mendapat laba besar, maka bagi hasil bisa saja makin besar. Itu jika AAM tak menggunakan batas minimal penyerahan bagi laba. "Sampai saat ini batas minimal bagi hasil Rp 60 juta. Secara tidak langsung, bagi hasil pertama dan kedua kurang memenuhi target dari yang diharapkan," tandasnya.Dihubungi terpisah, Sekretaris Komisi B DPRD Kota Malang Pujianto mengatakan pemkot harus tegas pada manajemen AAM. Meski konsep perjanjian dititikberatkan pada bagi hasil, pemkot hendaknya memegang teguh perjanjian. "Saya melihat pemkot masih cukup longgar. Kalau memang tahun-tahun sebelumnya tak mencapai batas minimal, setidaknya ada denda atau semacamnya," tegas Pujianto. (yy)

Tidak ada komentar: