Rabu, 28 Oktober 2009

Warga Protes Museum Satwa Dianggap Arogan Tak Sosialisasi Langsung Kantongi Ijin

KRC, BATU –
Pengelola Museum Satwa, pengembangan wisata Jatim Park II, harus berpikir ulang untuk memanfaatkan air bawah tanah (ABT) dalam operasionalnya. Sebab, rencana pemanfaatan ABT itu mendapat tentangan keras dari warga dan aktivis lingkungan lingkungan Fokal Mesra (forum kajian air dan lingkungan menuju selaras alam).

Penolakan itu disampaikan perwakilan warga dan Fokal Mesra dalam Sidang Pembahasan Dokumen Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) Batu Mini Zoo, di Kantor Kecamatan Batu, siang kemarin.

Sidang pembahasan Amdal itu diselenggarakan PT Bunga Wangsa Sejati, pemrakarsa pembangunan Museum Satwa dan Batu Mini Zoo, bekerja sama dengan KLH (kantor lingkungan hidup) Kota Batu. Sebelum sidang dimulai rencananya ada tinjauan lapangan, namun ternyata dibatalkan karena waktu yang terbatas. Dan, yang disayangkan Kepala KLH Bambang Parianom juga meninggalkan tempat di tengah sidang.

Dalam sidang tersebut, selain menghadang rencana penggunaan ABT, sejumlah persoalan juga dilontarkan pada sidang tersebut. Mulai dari saluran drainase, kelancaran arus lalu lintas, ruang terbuka hijau, arus lalu lintas, parkir, toilet, tenaga kerja, hingga kejelasan nama proyek pembangunan wisata tersebut.

Jumain, ketua RW 1 Kelurahan Sisir menegaskan penolakan penggunaan ABT oleh wisata Museum Satwa. Sebab, jika Musem Satwa menggunakan ABT, dikhawatirkan akan mematikan sumber air yang selama ini dimanfaatkan warganya. Baik itu yang memanfaatkan dari sumber maupun sumur. "Sekarang yang memakai pompa debitnya sudah menurun, dan sumur juga sudah ada yang mati. Kalau menggunakan ABT, bagaimana nasib warga kami," kata Jumain, di hadapan para pemrakarsa, dan konsultan pembangunan Museum Satwa.

Selain mempersoalkan pemanfaatan ABT, Jumain juga meminta manajemen memikirkan persoalan arus lalu lintas, luberan parkir, MCK, hingga perekrutan tenaga kerja.

Parno Muttaqien, perwakilan Fokal Mesra menyayangkan perizinan dan pelaksanaan pembangunannya. Terlebih lagi, warga mengetahui adanya pembangunan itu setelah dimuat di media massa. "Ini pembangunan sangat arogan. Perizinan muncul sebelum sosialisasi, sampai-sampai Pak Lurah saja tidak tahu. Mau diapakan Batu ini," keluh dia.

Wahyu Prihanta, kepala Suku Tebs UMM (LSM lingkungan) mempertanyakan kejelasan pembangunan proyek tersebut. Menurutnya, ada ketidaksamaan antara yang tertulis dengan yang dibangun. "Museum satwa dengan zoo (kebun binatang) itu sangat berbeda. Kalau memang ada kebun binatang, tidak selembar pun perizinan dari BKSDA yang kami lihat di berkas ini," katanya.

Titien Setiyo Rini, tim leader, CV Asvinda Teknika Konsultan penyusunan amdal Museum Satwa mengatakan akan memperhitungkan kembali pemanfaatan ABT. Selain menggunakan PDAM, Museum Satwa akan mencari sumber-sumber baru. Titien juga menyampaikan menjalankan masukan-masukan yang diterima. Baik itu masukan dari sejumlah pejabat pemerintah maupun perwakilan masyarakat dan LSM atas dokumen Amdal yang disusun.

Nani Yulianti, Koordinator Kesehatan Hewan Museum Satwa menambahkan, ada dua proyek besar di pengembangan Jatim Park II. Dia menyebutkan, selain membangun museum satwa, juga ada semacam kawasan satwa bagi beberapa hewan yang dilepas secara liar di dalamnya. "Proses perizinan di BKSDA masih dalam proses. Petugas BKSDA beserta direktorat jendral konservasi juga sudah melakukan tinjauan ke lokasi," ujar dia. (rr)

Tidak ada komentar: