Rabu, 30 Januari 2008

Disorot MCW Anggaran Pendidikan Belum Pro Rakyat


KRC,MALANG-

Meski anggaran pendidikan masih dalam pembahasan, namun sudah mendapat warning dari elemen masyarakat. Dari total belanja langsung yang jumlahnya mencapai Rp 81 miliar, sekitar Rp 34 miliar berpotensi dikorupsi. Besarnya potensi korupsi itu didapat dari 91 poin dalam rancangan belanja langsung. Hal itu diungkapkan Kepala Divisi Advokasi Malang Corruption Watch (MCW) Zia’ul Haq.Dia membeberkan, beberapa poin dari 91 poin belanja itu di antaranya, pengadaan seragam siswa Rp 297 juta, pos rintisan wajib belajar (wajar) 12 tahun Rp 3,2 miliar. Juga, pos penyediaan jasa surat menyurat yang mencapi Rp 3 miliar. "Belum lagi, pos-pos lain yang intinya untuk peningkatan mutu ini dan peningkatan mutu itu. Rancangan belanja ini sebenarnya biasa. Tapi, semua menjadi tidak lazim karena banyak pos yang tak masuk akal, bahkan rancu," kata dia.Misalnya saja tentang seragam. Untuk anggaran seragam saja masih ratusan juta. Padahal setiap tahun ajaran baru, semua siswa baru ditarik dana untuk seragam. Begitu juga dengan rintisan wajar 12 tahun yang dinilai sangat tinggi. "Padahal, faktanya masih rintisan," tegasnya. Belum lagi berbagai macam program pengembangan yang dipecah-pecah. Termasuk anggaran untuk buku yang sebenarnya sudah ada BOS (biaya operasional sekolah) buku. Selain itu, siswa juga masih diharuskan membeli buku. "Di sinilah yang kami maksud dengan tidak lazim dan rawan korupsi," ucapnya.Beberapa hal yang dijabarkan itu, kata Zia’ul, baru sebagian kecil pos pendidikan yang rawan dikorupsi. Sebab, poin pengadaan barang dan jasa serta poin belanja langsung yang mencapai Rp 171 miliar lebih sama sekali belum dibelejeti. "Kritik ini kami dasarkan pada APBD 2006 dan 2007. Kenapa di tahun itu pos-pos yang tak efektif dimasukkan lagi dalam rancangan APBD 2008," ucap dia.Melihat kondisi itu, kata Zia’ul, sebenarnya masih bisa perbaiki kembali dengan catatan DPRD Kota Malang juga proaktif. Terlebih, RAPBD 2008 hingga kemarin belum disahkan. Dalam hal ini, MCW memiliki usulan bahwa anggaran yang berkaitan dengan pendidikan harus dirancang secara konkret. Di sisi lain, berdasarkan pengamatannya, RAPBD poin pendidikan sama sekali belum mencerminkan pro rakyat miskin. Indikasinya, dalam setiap rancangan belum dibeberkan angka siswa miskin yang layak mendapat beasiswa, termasuk tentang nasib sekolah anak-anak miskin. "Harusnya dinas terkait memproteksi hal-hal seperti ini. Sehingga anggaran pendidikan benar-benar riil dan sesuai target. Saat ini yang terjadi anggaran masih berbasis belanja," tandas Zia’ul. (JJ)

Tidak ada komentar: