Rabu, 17 Desember 2008

Hanya Mekanisme Penanganan Limbah Yang Dijelaskan Soal Penjualan Merasa Tidak Tahu

KRC, Malang
Manajemen Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang akhirnya buka suara tentang penggerebekan Polwil Malang di Instalasi Penyehatan Lingkungan (IPL) Kamis (11/12) lalu. Namun, mereka tidak tahu menahu soal penjualan limbah di RSU Saiful, Anwar Malang." Saya tidak tahu soal penjualan limbah, namu saya akan jelaskan mekanismenya," tandas drg. Lalu Suparna Swekretaris RSU Malang
pada wartawan diruang kerjanyam kemarin.

Dikatan drg Lalu Suparna penanganan limbah plastik memang tidak dilebur di unit IPL. Tapi, limbah plastik itu dikembalikan pada pabrik pengolahan plastik setelah sebelumnya dipotong-potong.

''Ada beberapa orang yang digandeng untuk mengembalikan sampah-sampah plastik itu ke pabrik (daur ulang plastik, Red)," bebernya.

Apakah RSSA menjualnya? Lalu enggan berbicara tentang aktivitas jual beli limbah sampah medis tersebut. Alasannya, RSSA tak mau mempengaruhi penyidikan yang kini dilakukan polwil.

Aktivitas pengembalian sampah plastik itu ke pabrik daur ulang telah berlangsung sejak 2005 lalu. Hanya saja, dia tidak tahu menahu jika pengembalian sampah plastik ke pabriknya itu disalahgunakan. ''Instruksinya hanya dikembalikan ke pabrik. Saya tidak tahu kalau sampai ke tangan pengepul," tegas Lalu.

Prosedur di RSSA, lanjut Lalu, sampah-sampah plastik bisa keluar setelah rumah sakit membersihkan dan mensterilkan. Langkahnya dengan merendam dalam larutan clorid selama semalam. Sehingga, begitu dikeluarkan dari unit IPL, sampah-sampah plastik tersebut aman. Karena itu, tanpa prosedur sterilisasi, sampah-sampah plastik itu tidak bisa keluar dari IPL.

Kenapa tidak dibakar atau dimusnahkan? Langkah membakar sampah plastik, menurut Lalu, tidak mungkin dilakukan. Sebab, asap hitam tebal atau emisi pembakaran sampah plastik bisa mencemari udara. Apalagi lokasi RSSA di tengah kota sehingga akan merugikan masyarakat.

Lain lagi jika dikembalikan ke pabrik penghancuran plastik, maka plastik yang telah steril itu bisa didaur ulang. ''Prosedur sterilisasi botol-botol plastik itu sudah sesuai mekanisme," tandasnya.

Sementara, untuk sampah-sampah infeksius, salah satunya sampah medis penyakit menular, langsung dimusnahkan. Bukan hanya sampah padat, tapi juga sampah cair.

Di RSSA, lanjut dia, ada dua alat proses limbah medis. Limbah cair ditangani langsung oleh IPAL (instalasi pengelolaan air limbah). Limbah cair ini tak hanya dari kamar mandi rumah sakit, tapi juga semua unit RSSA yang menghasilkan limbah cair. ''Di IPAL, limbah cair diproses terlebih dulu, baru setelah itu dibuang," terang Lalu.

Untuk limbah padat infeksius (berbahaya) langsung dibakar di incinerator (alat pembakar). Sekali aktivitas pembakaran dilakukan alat itu bisa menampung empat kwintal limbah padat. Tapi, biasanya dalam sehari rata-rata pembakaran sampah antara 200-300 kilogram atau 2-3 kwintal.

Biasanya, limbah padat yang dibakar di atas suhu 1.000 derajat itu antara lain benda tajam, jaringan tubuh bekas operasi, bahan-bahan beracun, radioaktif, dan jarum suntik. ''Pembakaran sampah padat itu bukan hanya milik RSSA, tapi juga 28 klinik medis di Kota Malang," ucapnya.

Biasanya, setiap hari, 28 klinik medis itu mengirimkan sampah-sampah ke IPL RSSA dan langsung diproses bersama sampah padat RSSA. Khusus sampah medis RSSA, proses pemisahan telah dilakukan sejak sampah berada di ruang perawatan.

Khusus sampah medis harus dikantongi tas plastik warna kuning dan diletakkan di tempat sampah warna sama, kuning. Sementara sampah umum atau sampah non-medis diletakkan di tong sampah warna hijau.

''Selama proses berlangsung, pengawasan terus dilakukan. Tapi soal masalah penjualan itu, saya benar-benar tidak tahu," tegas Lalu. (ard)

Tidak ada komentar: