Minggu, 28 Juni 2009

SDN & SMP Gratis Diknas Larang Pungutan PSB

KRC,MALANG -
Diknas Kota Malang mengingatkan agar guru dan kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan SMP Negeri se-Kota Malang tidak memungut sesen pun dalam kegiatan penerimaan siswa baru (PSB) yang dibuka 1 Juli nanti. Bahkan, diknas tetap melarang meski hanya sekadar menghembuskan isu atau minta orang tua siap-siap dana sekian rupiah.

"Khusus SDN, jangan sampai sekolah atau guru menakut-nakuti calon wali murid dengan tarikan. Kalau sampai ada, tolong catat nama dan sekolahnya, lalu laporkan ke kami. Telepon kami di 551 333 untuk pengaduan," seru Kasi Kurikulum Dikdas Diknas Kota Malang Suwarjana, kemarin.

Menurut Suwarjana, dari 200-an sekolah negeri, yang berhak memungut dana partisipasi di awal (sebelum masuk sekolah) adalah sekolah RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional). Di Kota Malang, ada tiga RSBI. Yakni SDN Kauman 1, SDN Internasional Tlogowaru, dan SDN Tunjungsekar 1. "Yang lainnya adalah SD negeri reguler. Mereka terikat peraturan reguler," ungkap Suwarjana.

Mekanisme seleksi yang diterapkan SD negeri juga tidak boleh mengarah pada pertimbangan berapa besar sumbangan calon wali siswa. Karena itu, sekolah tidak perlu mewawancarai orang tua siswa. Cukup dalam proses seleksi, guru mewancarai calon muridnya. "Yang sekolah itu siapa? Orang tua atau anaknya. Kalau yang sekolah anaknya, cukup anaknya yang diwawancarai," ujar pejabat asal Jogja ini.

Menurut Suwarjana, di banyak sekolah, memang ada yang memerlukan tambahan dana. Itu tidak dipungkiri. Karena itulah, sekolah harus belajar mengelola masyarakat untuk bisa ikut memajukan mutu sekolahnya.

Mengelola masyarakat itu dilakukan dengan intensifikasi komunikasi antar-orang tua dan guru. Juga dengan transparansi dan paparan logis. Sehingga sekolah dan guru tidak mirip tukang todong. "Silakan dirapatkan dengan baik kalau mau mengali dana partisipasi. Rapatnya pun setelah anak diterima. Sekolah harus memperbaiki cara menggali partisipasi. Jangan main pungut sana sini," katanya.

Sementara, Kadiknas Kota Malang Shofwan menegaskan bahwa SD dan SMP gratis. Jangan sampai ada yang memungut di awal PSB. Itu adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki mutu pendidikan. Tata kelola keuangan diatur lebih baik sehingga apabila ada dana partisipasi masyarakat, penggunaannya harus fokus. Yakni fokus meningkatkan mutu pendidikan. "Harus bisa ngaturnya. Masa gak bisa. Dana BOS itu cukup. Masih susuk-susuk (lebih)," ujar Shofwan.

Terkait dengan perintah untuk membuat pengaduan, Shofwan mengatakan kalau ada yang dilaporkan, nanti akan dikroscek. Kalau laporannya benar, maka akan ada pembinaan.

Swasta Tak Dirugikan

Shofwan juga menegaskan, saat ini pemerintah memang sedang konsen untuk memberikan pendidikan lebih baik. Termasuk dengan membuat kebijakan 70 persen lulusan SMP masuk SMK dan 30 persennya masuk SMA. Dia juga mengatakan, kebijakan semacam itu sudah diketahui sekolah swasta.

Soal alasan kekurangan siswa, menurutnya, sebenarnya sekolah swasta tahun ini tidak dirugikan dengan kebijakan diknas. Karena, jika dibandingkan tahun lalu, pagu siswa yang diterima di sekolah negeri berkurang. Dengan demikian, para siswa yang tidak tertampung bisa berpeluang untuk masuk sekolah swasta.

Dia juga mengatakan, tidak semua sekolah swasta kekurangan siswa. Sekolah swasta yang baik justru kelebihan siswa dan penerimaan siswa baru (PSB)-nya justru mendahului sekolah negeri. Dia mencontohkan, SMA Dempo, Santo Yusup, SMK PGRI 3, SMK Telkom, dan sejumlah sekolah swasta yang bagus. "Saya kira masyarakat sudah mengerti mana sekolah yang cocok," ujar dia.

Bagaimana dengan sekolah swasta yang tidak mendapatkan siswa? Menurut Shofwan, sekolah itu harus memacu kualitas agar masyarakat bisa mempercayai dan menyekolahkan anaknya. Namun, jika tetap kekurangan siswa, dia mengusulkan agar sekolah-sekolah swasta yang mungkin bisa merger untuk melakukan merger. Hal itu dinilai lebih baik daripada bertahan dalam kondisi seperti saat ini.

Sementara, pemerhati pendidikan Kota Malang yang juga sekretaris I DPKM (Dewan Pendidikan Kota Malang) Soeparto mengatakan, aspirasi MKKS SMA/SMK swasta harus tetap ditampung. Menurutnya, satu hal yang harus dipahami bersama adalah tanggung jawab pemerintah terhadap dunia pendidikan. Sehingga, tidak salah jika kemudian pemerintah memfokuskan perhatian pada sekolah-sekolah negeri.

''Asal standar minimal pendidikan yang dicanangkan bisa terpenuhi, menurut saya, tidak masalah banyak siswa tersedot ke sekolah negeri," ungkap Parto, sapaan akrab Soeparto, kemarin.

Parto menjelaskan, sedikitnya ada delapan standar minimal pendidikan yang harus dipenuhi sekolah. Salah satunya, menerapkan aturan tentang rombel (rombongan belajar) atau jumlah siswa tiap kelas. Jika untuk RSBI aturan maksimalnya 24 siswa, maka aturan itu harus dilaksanakan. ''Silakan menerima banyak siswa. Tapi jangan sampai rombel diperbesar. Apalagi, kalau tujuannya hanya untuk menjaring block grant," kata dia.

Menurutnya, persoalan ini harus menjadi evaluasi bersama antara Diknas dan MKKS sekolah swasta. Sehingga, persoalan-persoalan seperti ini tidak akan mewarnai setiap proses PSB (penerimaan siswa baru) berlangsung. ''Dalam setiap kebijakan selalu ada pihak yang diuntungkan dan dirugikan. Kalau sekolah swasta merasa dirugikan, maka mereka harus introspeksi diri juga," ucap direktur kerjasama luar negeri UMM itu.

Karena faktanya, lanjut dia, sekolah-sekolah swasta dengan kualitas tinggi tetap menjadi jujugan siswa. ''Kalau masyarakat lebih memilih negeri, itu karena mereka menilai negeri lebih baik. Ini yang harus diperhatikan oleh swasta," tandasnya. (jj)

Tidak ada komentar: