Rabu, 02 Desember 2009

Kakak Diduga Bunuh Adik

KORAN RAKYAT,MALANG
Warga Jl Kemuning, RT 03 RW 09, Lowokwaru, dikejutkan oleh kematian tidak wajar salah satu warganya. Irawan Indarwanto, 37, warga Jl Kemuning 7, ditemukan tergeletak di lantai dekat ruang makan.

Tubuhnya membujur menghadap ke selatan dan ditutupi kain selimut tebal warna abu-abu. Dada sebelah kanan berdarah dan ditemukan luka bekas tusukan benda tumpul selebar kurang lebih tiga sentimeter.

Saat ditemukan warga, korban yang akrab disapa Wawan itu belum meninggal. Saksi mata yang pertama mengetahui kejadian itu mengatakan, napas Wawan tersengal-sengal. Sayangnya, Wawan meninggal dalam perjalanan ke Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA).

Dugaan warga, kematian Wawan terkait erat dengan kakak kandungnya, Nugroho Indargunung, yang menderita kelainan mental. Pria berusia 46 tahun ini adalah orang pertama yang memberi tahu warga soal kondisi Wawan.

Istri ketua RT 03 Tutik Santono yang pertama diberi tahu oleh Nugroho tentang kondisi adiknya menaruh curiga bahwa Nugroho ada di balik seputar kematian Wawan. "Pokoknya sangat janggal,'' ujar Tutik di rumahnya.

Rumah Tutik berjarak hanya sekitar 15 meter dari rumah yang ditempati Wawan. Saat berada di teras rumah, sekitar pukul 09.00, dia didatangi Nugroho. Tutik diberi tahu bahwa Wawan sudah mati. "Bu, adik saya mati karena terjatuh. Tolong lihat ke rumah,'' kata Tutik menirukan penuturan Nugroho.

Mendengar kabar duka, Tutik bergegas memberi tahu suaminya, Santono. Sayangnya saat itu suaminya sedang makan. Maka Tutik pergi sendiri melihat kondisi Wawan. Saat masuk rumah, terlihat Wawan sudah terbujur di lantai dekat ruang makan dan ditutupi dengan kain selimut tebal warna abu-abu. Untuk memastikan jika orang yang ditutupi adalah Wawan, Tutik meminta Nugroho membuka selimut. Setelah dibuka, Tutik kaget karena dada Wawan terlihat bergerak-gerak dan dadanya terluka. "Jelas Wawan masih hidup. Saya pun langsung minta penjelasan Nugroho bagaimana proses jatuhnya,'' kata Tutik.

Nugroho mengatakan adiknya saat itu melompat-lompat di tempat tidur, lalu terjatuh ke lantai. Saat jatuh itulah, tangannya membawa benda tumpul dan diduga mengenai dadanya. Melihat adiknya terluka, Nugroho berniat membawa adiknya ke rumah sakit, namun batal dilakukan karena beralasan malu.

Tutik bergegas pulang untuk memanggil suaminya guna melihat kondisi Wawan. Dalam waktu singkat, kabar Wawan kritis terluka tusukan menyebar luas ke seluruh warga di Jl Kemuning.

Sebelum membawa Wawan ke RS, warga terlebih dahulu memanggil ibu kandung Wawan dan Nugroho yang sedang berjualan daging babi di Pasar Tawangmangu, sekitar satu kilometer dari rumahnya. Fatma Setiowati, 71, ibu kandung kedua pria itu, kaget melihat Wawan kritis. Dia bergegas melarikan anaknya ke RS menggunakan mobil milik Tutik. Sayangnya, dalam perjalanan, Wawan meninggal karena kehabisan darah.

Sementara warga menghubungi polisi. Sekitar 20 menit kemudian, polisi tiba dan melakukan olah TKP serta membawa Nugroho ke Polresta Malang untuk menjalani pemeriksaan. Untuk membawa Nugroho ke kantor polisi, petugas mengalami kesulitan. Sebab, mendadak sakit gangguan jiwa Nugroho kambuh. Dia menolak dan memilih mengurung diri di dalam rumah.

Setelah dibujuk petugas, akhirnya Nugroho bersedia ikut petugas masuk ke mobil patroli. Dia keluar rumah sambil memegang Alkitab dan sebungkus rokok filter.

Di sela-sela perjalanan masuk ke mobil petugas, Nugroho membantah telah membunuh adiknya. "Adik saya terjatuh dari tempat tidur. Begitu jatuh di lantai, tangannya yang memegang benda tumpul menusuk sendiri ke dada,'' katanya.

Sayang dia tidak menyebutkan benda tumpul yang dibawa Wawan. Namun, dari olah TKP, polisi menyita tiga buah obeng dan pisau belati. Meski telah menyita barang bukti, polisi masih tetap ragu benda itu memiliki keterkaitan dengan kematian Wawan.

Kasat Reskrim Polresta Malang AKP Rofiq Ripto Himawan mengatakan, di barang bukti yang disita, tidak ada bekas darahnya. "Kemungkinan benda tumpul yang digunakan untuk menusuk itu sudah dibuang,'' ucap dia.

Polisi sekarang berusaha mengorek keterangan Nugroho untuk mengungkap seputar kematian Wawan karena dialah yang terakhir bertemu Wawan. Polisi memiliki waktu 1 x 24 jam untuk mengetahui apakah Nugroho terlibat atau tidak terkait kematian Wawan.

Informasi yang diperoleh, Fatma adalah janda lima anak yang telah ditinggal mati suaminya sejak 1995 lalu. Dari ke lima anaknya itu, yang tinggal di rumah hanya dua, yakni Nugroho (anak nomor 4) dan Wawan (anak nomor 5). Wawan menderita kelainan mental sejak kecil, sementara Nugroho mengalami kelainan mental sejak duduk di bangku kuliah semester akhir. Untuk mengobati sakit jiwanya, keluarga sudah membawa mereka berobat ke RSJ Lawang, namun hanya bertahan sekitar tiga bulan. "Dia pulang sendiri jalan kaki, mengaku tidak kerasan,'' ujar seorang warga.

Kabar kematian Wawan juga mengejutkan gurunya di Balai Latihan Kerja Bhakti Luhur Jl Setaman 21. "Dia mantan siswa di sini. Orangnya memiliki tingkat keterbelakangan mental engan grade (tingkat) moderat," kata penanggung jawab BLK Suprahana.

Wawan mengenyam bangku sekolah selama kurang lebih 5 hingga 6 tahunan. Tahun 2006 lalu, Wawan sudah tidak lagi sekolah. Dari semua murid di BLK yang memang dikhususkan untuk anak yang mengalami keterbelakangan mental, Wawan termasuk paling sulit mengalami kemajuan.

Selama sekolah, tujuan utamanya bukan untuk melatih keterampilan, melainkan memberinya kesibukan agar pikirannya tidak kosong. Jika pikirannya kosong, dia kerap marah-marah. Apabila marah, Wawan tidak merusak atau menyerang orang. Dia melampiaskan hanya dengan berteriak-teriak.

Sebagai mantan guru yang pernah mendidiknya, Suprahana tidak percaya bahwa Wawan terluka akibat loncat-loncat di tempat tidur. "Dia tidak pernah melampiaskan aktivitas kejiwaannya dengan cara meloncat-loncat. Hanya berteriak,'' katanya. (hn)

Tidak ada komentar: