Selasa, 03 November 2009

Kado Harliknas Layanan PLN Malang Buruk Sekolahpun Tak Ada Perhatian



KRC, Malang
Sudah membayar mahal-mahal, sekolah tak ada listrik. Itulah yang dialami para siswa SMKN 7 Malang yang menempati gedung baru kampus 2 di Jl Satsuit Tubun IV Sukun, Kota Malang. Prihatin dengan kondisi itu, para siswa kelas 2 jurusan analisis kimia (AK) SMKN 7 kemarin menggelar aksi menuntut pemasangan jaringan listrik.

Aksi dimulai pukul 11.00. Mereka membikin coretan-coretan yang berupa tuntutan untuk pemasangan listrik. Tidak ada aksi teriak-teriak. Mereka hanya merentangkan poster di dalam kelas saat ada wartawan datang. Beberapa poster bertuliskan; Listrik saja masuk desa, masak di sini tidak. Mari kita dukung perjuangan kembalinya pejuang listrik. Katanya melayani, kok malah menyusahkan.

Tulisan-tulisan di kertas itu mereka bawa seraya diangkat bergantian. Sebagian lagi ditempel pada jendela tembok dan pintu di luar kelas. "Sudah sekitar sebulan ini kami tidak bisa membuka komputer dan praktik di lab kimia," ujar Rizki Hidayat, siswa kelas 2.

Rizki bercerita, awalnya ketika masuk ada listriknya. Tapi sekitar satu bulan, listrik sudah tidak ada. Informasi yang diterima, dulu sekolah menyambung listrik dengan sistem sewa, tapi tiba-tiba diputus. Namun siswa tidak tahu apa alasannya. Siswa hanya ingin ada saluran listrik agar komputer bisa menyala dan bisa memanfaatkan sejumlah peralatan IT di sekolah itu.

Fitri Kanti, siswi lainnya, juga mengaku kecewa dengan tidak adanya sambungan listrik di sekolah RSBI (rintisan sekolah bertaraf internasional) tersebut. "Di desa saja ada, kok di sini tak ada," ujar gadis itu.

Malahan, untuk materi yang harus menggunakan komputer, para siswa bergantian dengan laptop milik guru mereka. Namun jika baterai laptop habis, tetap tidak bisa di-charge. Praktis, pembelajaran kembali dilakukan secara manual dengan menggunakan media papan tulis.

Selain itu, sejumlah siswa juga minta pihak yang berwenang segera menyambung aliran listrik. Sebab, mereka telah membayar cukup mahal. Untuk masuk dikenakan uang gedung Rp 4,5 juta per siswa, sedangkan SPP sebesar Rp 200 ribu per bulan. Untuk kelas regular biaya masuk Rp 1,75 juta dan SPP-nya Rp 165 ribu per bulan.

Meski ada aksi, para guru di sejumlah kelas masih terus mengejar. Namun, saat ganti jam pelajaran, siswa dari kelas lain turut keluar sebentar untuk bergerombol. Terhadap aksi itu, para guru pun tidak ada yang berani memberikan komentar. Mereka diam saja saat ditanya wartawan. Para guru minta wartawan langsung konfirmasi ke kepala sekolah. Aksi berakhir sekitar pukul 12.00.

Kepala SMKN 7 Hari Sunyoto mengatakan, sebenarnya sekolah sudah lama mengajukan sambungan listrik ke PLN. Hasilnya, kata dia, PLN menyampaikan belum ada kuota untuk gedung SMK itu. Lalu sekolah menyewa sambungan listrik dengan izin pesta dengan membayar Rp 1,2 juta tiap minggu. Tapi, setelah beberapa bulan, sekolah tidak mampu membayar lagi dan akhirnya diputus. Lalu sekolah menggunakan genset. Karena voltasenya tidak stabil, banyak komputer banyak yang rusak. Sejak itu pun genset tak lagi dipakai.

Kepala sekolah yang juga merangkap sebagai kepala SMPN 19 ini menambahkan, sebenarnya pihak sekolah telah mengajukan penyambungan dengan biaya besar. Karena, untuk ke sekolah memang tidak ada jaringan. "Kami sudah membayar Rp 23 juta dan akan membayar lagi Rp 23 juta untuk penyambungan 13 ribu watt," jelas dia.

Kemarin dia mengaku telah bertemu dengan rekanan PLN untuk menyelesaikan masalah ini. Menurut Hari, dijanjikan dalam minggu-minggu ini listrik sudah tersambung. Untuk itu, dia minta siswa bersabar terlebih dulu.



PLN Tak Berkutik

Terpisah, asisten manajer pemasaran PLN APJ Malang G.E. Santjoko membeberkan, kasus itu sama sekali di luar tanggung jawab PLN. Sebab, ketika dia bertemu langsung dengan kepala sekolah, persoalan utama yang membuat sekolah belum teraliri listrik adalah jaringan bermasalah. Sedang pengadaan jaringan selama ini dilakukan sekolah dengan menunjuk instalatir rekanan.

''Rupanya pemilihan instalatir tidak tepat. Banyak proyek belum diadakan sehingga sambungan tidak bisa dilakukan segera," ungkapnya.

Sebenarnya, lanjut dia, bisa saja PLN memasang langsung instalasi listrik di sekolah itu. Tapi karena daftar tunggu saat ini mencapai 10 ribu lebih calon pelanggan, maka SMKN 7 juga harus sabar menunggu. Tapi dalam perjalanan SMKN 7 bersedia mengadakan jaringan sendiri agar aliran listrik cepat nyambung. Ini karena jarak sekolah dengan infrastruktur terdekat mencapai 130 meter.

''Karena sekolah mau memasang jaringan sendiri, kami tidak masalah. Tapi rupanya pemasangan jaringan bermasalah. Saya cek kotak-kotak meteran saja belum terbeli," terang Santjoko.

Karena jaringan bermasalah, hingga kemarin PLN juga belum mau menerima hibah. Apalagi barang-barangnya tidak jelas. Padahal, hibah atau penyerahan tersebut disertai dengan berita acara. ''Kami minta sekolah menuntaskan dulu persoalan dengan instalatir. Baru setelah itu PLN bisa menyambung ke meteran," tandasnya. (tot)

Tidak ada komentar: